Jakarta, ebcmedia – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan uji formil Undang-Undang (UU) 17/2023 tentang Kesehatan.
“Amar putusan, mengadili menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya”, ujar Ketua Majelis MK Suhartoyo di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Dia juga menyatakan, dalam putusan Majelis Mahkamah Konstitusi, terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinions dari empat orang hakim konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Suhartoyo, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.
“Keempat orang hakim konstitusi dimaksud mempunyai pendapat seharusnya permohonan termohon dikabulkan dan berpendapat pula terhadap Undang-Undang (UU) 17/2023 jelas dinyatakan cacat forkil,” kata Suhartoyo
Gugatan uji formil UU Tenaga Kesehatan ini diajukan oleh lima organisasi profesi yang terdiri dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Besar Persaruam Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), Dewan Pengurus Puaat Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( DPP PPNI), Pemgurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PB IBI), dan Pengurus Pusat Ikatam Apoteker Indonesia (PP IAI).
Usai mendengarkan putusan hakim konstitusi, Wakil Ketua Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), Deby Vinski mengatakan putusan Majelis Hakim Konstitusi telah menetapkan bahwa UU Omnibuslow Nomer 17 tahun 2023 benar-benar telah memenuhi semua syarat hukum dan gugatan dari penggugat itu semuanya tidak diterima.
“Kepada yang mulia majelis hakim terima kasih telah menetapkan bahwa UU Omnibuslow Nomer 17 tahun 2023 benar-benar telah memenuhi semua syarat hukum dan gugatan dari penggugat itu semuanya tidak diterima,” tukas Deby Vinski.
Seperti diketahui, para pemohon dari kelima organisasi profesi ini mendalilkan bahwa UU Kesehatan cacat formil karena perencanaan, pembahasan, dan pembentukannya tidak memenuhi syarat formil adanya keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation).
Tak hanya itu, para pemohon juga mendalilkan terjadinya tindakan penghambatan partisipasi dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Kesehatan yang menciderai demokrasi konstitusional.
Namun, Mahkamah Konstitusi beranggapan bahwa dalil para Pemohon tidak beralasan menurut hukum. (Oby)