Kasus Dugaan KDRT, Kamal Mangwani Keberatan dengan Tuntutan JPU

oleh -1479 Dilihat
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia -Sidang kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan terdakwa WNI asal India Kamal Mangwani, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2022),

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Astriwati SH MH dengan agenda tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa.

Dalam tuntutannya, JPU menilai terdakwa bersalah dan menuntut terdakwa dihukum 3 tahun penjara.

 

Atas tuntutan tersebut, tim penasehat hukum akan mengajukan pembelaan yang akan disampaikan pekan depan.

Keberatan

Usai sidang, terdakwa dan penasehat hukum mengaku keberatan dengan tuntutan JPU. “Tuntutan jaksa sangat berat dan tidak masuk akal,” ujar penasehat hukum terdakwa, Gede Nyoman Marta Antareja kepada wartawan usai sidang, Kamis (27/10/2022).

Karena, sambung Gede, korban mantan istrinya Manisha Mangwani, terlihat masih bisa beraktivitas. Menurutnya, tuntutan pasal ini tidak tepat untuk kliennnya. “Kalau dipaksakan, kalau ini dianggap terbukti, ini lebih tepatnya pada ayat 4-nya yang akibat luka-luka ringannya,” tukasnya.

“Menurut versi kami, kan itu tidak terbukti. Kenapa, pada saat itu tanggal 22 September saat korban dijemput, nampak di CCTV tidak ada luka-luka itu. Sementara dalam tuntutan jaksa itu disebutkan luka memar 7 Cm. 7 Cm itu panjang lho,” sambungnya.

Gede menambahkan, security apartemen dan asisten rumah tangga yang setiap hari berinteraksi dengan korban juga tidak melihat ada luka-luka.

“Saya yakin, klien kami sangat kecewa dengan tuntutan jaksa,” tegasnya.

Terkait tuntutan JPU bahwa terdakwa tidak peduli dengan anak, terdakwa Kamal membantahnya. “Itu tidak benar. Saya sangat sayang sama anak,” ujar terdakwa.

Perihal pembelaan yang akan disampaikan pekan depan, terdakwa menyerahkannya kepada tim penasehat hukum. “Saya searahkan ke pengacara saja, lebih jelas dan bagus,” kata terdakwa.

Bukti Tidak Direkayasa

Terkait saksi ahli digital forensik yang diajukan penasehat hukum terdakwa pada sidang sebelumnya, Gede menyatakan, hal itu sekedar untuk menunjukkan bahwa video yang diajukan sebagai bukti tidak direkayasa.

“Itu data asli yang kami ambil dari kamera CCTV yang ada di rumah. Kalau dari sisi digital forenasik itu asli. Kemudian kualitas gambar yang dihasilkan juga bagus. Dari gambar tidak bergerak, dari situ tampak wajah korban tidak apa-apa, padahal dalam tuntutan itu disebutkan ada luka memar 7 Cm,” terangnya.

Dia melanjutkan, dalam tuntutan disebutkan bibir pecah dan luka-luka, namun dalam CCTV tidak terlihat.

Lalu, sambungnya, saat korban pulang dari penjemputan lalu muncul visum ada luka-luka, dia mengaku agak bingung. “Dari mana itu muncul memar-memar. Karena dalam CCTV tidak tampak memar-memar,” cetusnya.

Gede menguraikan, saat korban dijemput dari apartemen dan turun ke lantai bawah apartemen, Satpam yang mengawal polisi menjemput korban tidak melihat luka memar di korban.

“Tidak seperti disampaikan tuntutan jaksa bahwa korban susah bergerak dan susah makan, itu tidak ada. Korban turun dari lantai atas dengan gagah. Bahkan mengemas barangnya sendiri tanpa ada yang bantu,” jelasnya.

Gede menduga hal itu rekayasa. Pasalnya, hubungan terdakwa dengan korban tidak baik. Karena banyak cerita yang didramatisir. Keterangan saksi yang diajukan JPU yang satu dengan lain saling bertentangan. (Tim)

No More Posts Available.

No more pages to load.