Jampidum Kejaksaan Agung Setujui 6 Pengajuan Restoratif Justice

oleh -1004 Dilihat
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Jaksa Agung melalui Jampidum Kejaksaan Agung Fadil Zumhana menyetujui pengajuan enam permohonan penghentian penuntutan berdasrkan keadilan Restoratif, Jumat, 20 Mei 2022.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, persetujuan tersebut dilakukan setelah sebelumnya melakukan ekpsose, dihadapan Jampidum Fadil Zumhana.

“Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda, ujarnya.

Adapun enam berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif antara lain, berkas Tersangka Joko Aminoto Zebua alias Joko Zebua terkait kasus penganiayaan di Kejari Sibolga, Marlena br tarigan dari Cabang Kejaksaan Negeri Karo di Tigabinanga yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, Asmad bin Mat Kerel dari Kejaksaan Negeri Bangka Selatan, melanggar Pasal 44 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Mas’at alias Aat bin Arbain dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah, dan Margono Als Gono Bin Samidi dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,

Tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun,
berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya,Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi,

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, Pertimbangan sosiologis , dan masyarakat merespon positif.

No More Posts Available.

No more pages to load.